Saturday, October 20, 2007

Catatan Daripada KOMPAS

Minggu, 16 September 2007



www.kompas.com

Malaysia Sudah Lebih Terbuka

Ilham Khoiri

Malaysia sedang berubah. Perubahan itu juga merasuki dunia seni rupa. Para seniman generasi muda dari negeri jiran itu kini lebih merdeka berekspresi, seraya menggamit gagasan dan anasir seni kontemporer.

Pameran bersama seniman Malaysia bertajuk Jejak di Galeri Nasional, Jakarta, 11-20 September, memperlihatkan pergeseran seni rupa di negeri itu. Sebanyak 25 seniman muda ikut serta dalam pergelaran ini, antara lain Chong Siew Ying, Fauzulyusri, Azliza binti Ayob, Ili Farhana, Intan Rafiza Abu Bakar, Chan Kok Hooi, Hushinaidi bin Abdul Hamid, Roopesh Sitharan, Mohd Kamal Sabran, Tan Nan See, Aswad Ameir, Ahmad Fuad Osman, Roslisham Ismail, Shahrul Jamili Miskon, dan Umibaizurah Mahir.

Mengamati pameran kali ini, kita segera menangkap kesan, bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik, Malaysia juga dilanda arus keterbukaan. Meski tak segegap di Indonesia, seni rupa di sana beranjak dari corak modern-formalis menuju gaya kontemporer yang lebih bebas dan menerabas batas-batas seni. Tak sekadar mengejar penampakan yang estetis, karya-karya yang dipajang berusaha merespons masalah sosial.

Para seniman yang tampil berasal dari generasi yang tumbuh tahun 1990-an dan 2000-an. Mereka hidup dalam alam, tantangan, dan problem yang berbeda dengan masa sebelumnya. Gagasan dan teknik karya yang diusung pun lebih lugas.

Tengoklah karya Chong Siew Ying yang menggarap wajah-wajah dalam berbagai ekspresi. Landscape dengan teknik lukis China dijadikan latar belakang bagi mimik-mimik wajah yang dilukis secara realis dengan sapuan-sapuan besar di atas kanvas lebar. Ekspresi wajah yang tersenyum, tertawa, cemberut, atau meringis mencerminkan bermacam kegelisahan masyarakat menyikapi perubahan zaman.

Karya-karya Ili Farhana lebih nakal, penuh parodi. Dalam lukisan berjudul Last Suffer, misalnya, dia menjiplak komposisi lukisan The Last Supper karya Leonardo da Vinci (tahun 1495). Namun, sosok Yesus dan para sahabatnya diganti tokoh-tokoh hiburan Barat yang menjejali pasar Asia, seperti tokoh kartun Batman, Tom and Jerry, Dora, atau sosok kakek yang selalu menempel pada lambang Kentucky Fried Chicken (KFC).

Ahmad Fuad Osman mengopi sampul majalah Newsweek dan Time, tetapi dengan niat untuk dipelesetkan. Tulisan Newsweek diubah jadi Newsweak, sedangkan Time jadi Item. Karya ini jadi olok-olok atas "hegemoni" berita dari dua majalah yang selama ini dicap supremasi informasi dunia.

Roslisham Ismail membuat cetakan digital yang cukup menggelitik. Karya berjudul How Risky I am menyajikan tempelan koran bergambar adegan kekerasan, seperti pertarungan tinju yang diimbuhi beberapa catatan. Ini jadi sindiran atas kekerasan yang ditayangkan media massa secara vulgar kepada masyarakat.

Karya-karya lain menunjukkan pemakaian media baru oleh seniman negeri jiran itu, seperti Kamal Sabran dan Roopesh Sitharan, yang memanfaatkan video. Menurut catatan kurator pameran, Mohamad Majidi Amir, perubahan seni rupa di Malaysia terasa sejak tahun 1990-an, ketika negara itu menetapkan program Wawasan 2020 dan usaha menjadikan negeri itu sebagai Multimedia Super Corridor (MSC). Dua program itu mendorong masyarakat untuk berpikir, bergaya hidup, dan berekspresi seni secara lebih segar.

Dilihat dari sisi pasar, pengelola galeri di Kuala Lumpur, Vallentine Willy, beberapa waktu lalu, mengungkapkan, sejumlah pelukis Malaysia turut terseret dalam arus pasang seni rupa kontemporer Asia yang dipicu booming seni rupa China terutama sejak tahun 2003. Karya beberapa pelukis di sana juga memperoleh harga tinggi di pasar regional Asia.

Jejak lama

Meski telah bergumul dengan bahasa kontemporer, sebagian seniman Malaysia masih belum bisa menghapus jejak pendekatan lama yang lebih formalistik. Ada seniman yang berkutat mencari estetika bentuk, warna, dan bidang melalui corak abstrak; ada juga yang terpaut dengan corak dekoratif. Corak abstrak ditunjukkan Aswad Ameir, sedangkan gaya dekoratif ditempuh Azliza binti Ayob dan Shahrul Jamili Miskon.

Pada beberapa dekade sebelumnya, dua corak itu tumbuh lebih subur lagi. Sulaeman Hj Esa, misalnya, kerap melukis ornamentasi Melayu yang dilandasi semangat spiritualitas Tauhid (ke-Esa-an Tuhan). Pelukis lain, Syed Ahmad Jamal, banyak membuat karya abstrak. Kedua pelukis ini aktif berkarya tahun 1980-an.

Corak abstrak (yang menghilangkan citra bentuk) dan dekoratif (hasil stilasi dari ornamen tetumbuhan yang diulang-ulang) berkembang di Malaysia sejak beberapa waktu silam. Mungkin saja itu dipengaruhi alasan teologis agama Islam yang lekat dengan budaya masyarakat. Bagaimanapun, sebagian kalangan Islam yang berpegang pada kaidah fiqh (legal) masih memercayai ikonoklasme: agama melarang penggambaran segala makhluk bernyawa.

Dalam pameran Jejak ini pun, para seniman belum berani terang-terangan menampilkan sosok manusia telanjang. Sosok-sosok manusia tanpa baju muncul, tetapi masih dibalut celana dalam, seperti karya Chan Kok Hooi yang bercorak surealis, berjudul Requiem. Lukisan Khairil Anwar Mohd Azhari menggambarkan Pak Guru Kahar dalam balutan baju khas Melayu yang santun penuh, penuh romantisme pada budaya lama.

Situasi itu berbeda dengan perkembangan seni rupa Indonesia yang sejak awal tumbuh nyaris tanpa beban. Dengan gelora berkreasi yang lebih liar, seni rupa Tanah Air menyerap semangat kebebasan seni rupa Barat yang lebih agresif. Kebebasan jadi landasan berkarya sejak zaman Persagi pada masa awal kemerdekaan, zaman Gerakan Seni Rupa Baru tahun 1970-an, atau masa kejayaan kelompok-kelompok perupa muda kontemporer tahun 2000-an, seperti kelompok Jendela di Yogyakarta.

www.sepanjangbraga.blogspot.com/2007

Tuesday, October 02, 2007

JEJAK mengukir jejak di negeri tetangga

Dua puluh tiga perupa dari negeri jiran, Malaysia, berpameran bersama di Galeri Nasional Indonesia (Galnas), Jakarta. Berlangsung sejak tanggal 10 sampai 20 September 2007. Pameran yang mengambil judul “Jejak” merupakan pencanangan tekad para seniman yang tergabung dalam lembaga Balai Seni Lukis Negara (BSLN) menuju Wawasan 2020, saat Malaysia memproklamirkan diri sebagai Negara Maju dan menjadi pusat Multimedia Super Corridor (MSC).

Menarik untuk disimak, karya mereka telah mengikuti gelombang senirupa yang sangat terpengaruh oleh teknologi multimedia. Masing-masing dengan karakter penciptaan yang berusaha terlibat dengan kondisi sosial di sekitar kehidupan mereka, isu global, dan demam industri yang marak di mana-mana. Misalnya dalam karya grafis yang satiris, Ahmad Fuad Osman melakukan permak terhadap perwajahan majalah kelas dunia: Time menjadi “Item”, dan Newsweek menjadi “Newsweak”. Mengalir bersama Osman, Roalisham Ismail juga menggarap poster yang mengangkat kebudayaan massa, di antaranya pengaruh televisi sebagai gerakan pop yang mendunia.

Tak beda dengan para perupa Indonesia, dengan kebebasan yang mungkin juga sama, mereka bukan sekadar murni berkarya. Selalu ada pesan yang termaktub dalam desain atau goresan, sehingga yang tampil dalam kanvas atau karya instalasi dapat dilihat secara multitafsir. Gambar Chan Kok Hooi misalnya, ada metafora dan personifikasi yang rumit melalui bahasa rupa. Sejalan dengan Ilham Fadhli bin Mohd Shaimy dengan lukisan yang mengingatkan kita akan bahaya polusi terhadap lingkungan hidup. Sementara Mohd Saharuddin memilih materi tembaga untuk mengilustrasikan problem kita bersama terhadap tekanan hidup manusia.

Barangkali karena saya hobi mengumpulkan kartu pos, langsung tertarik dengan deretan lukisan mini yang ditera di atas kartu pos. Tan Nan See menunjukkan ketelatenan luar biasa dengan ukuran-ukuran mungil, bahkan mempergunakan bingkai sebagai varian estetika. Sebaliknya, kibasan kuas besar yang membentuk ekspresi kuat sebuah wajah dipresentasikan oleh Chong Siew Ying.

Tentu tak semua dibahas di sini, namun dapat dipuji bahwa sang kurator telah bekerja sangat selektif hingga yang dipamerkan merupakan pilihan dari pelbagai cara ungkap, materi, dan teknik. Ada fotografi, geometrik yang tekstural, medium tiga dimensi, dan eksperimen penggunaan cat dalam sebuah rangkaian komposisi. Bahkan Umibaizurah Mahir sengaja membuat hiasan manis dengan puluhan kapal terbang mungil yang terbuat dari porselen, terlihat cukup dekoratif.

Angkatan muda yang merupakan masa depan senirupawan Malaysia ini sudah selayaknya dicatat sebagai pengukir jejak. Maka tema ”Jejak” dipilih sebagai satu gambaran berawalnya era baru dalam seni rupa Malaysia ke depan. Segala yang terjadi dan berkembang di tanah air dan budaya mereka dapat dilihat dari karya-karya yang terpamer. Setidaknya mereka telah mengalami pergulatan pemikiran dengan para seniornya sebagai proses yang lumrah dalam membentuk jati diri.

(Kurnia Effendi)

Friday, September 14, 2007

Sekitar Persediaan & perjalanan Jejak di Jakarta



7 hb September berangkat ke Jakarta dengan harapan semuanya berjalan lancar. (dah agak memang mustahil coz flight kitorg kol 13:55 sedangkan last kargo kol 16:55. heheheheh camner tu? Takyah tanyalah dah memang manusia kerja camtu. kalau tak takdelah mantan PM selalu kata 'Melayu mudah Lupa', 'melayu malas', 'melayu tak ambik kisah' dan sebagainya. Jangan marah plak, bukan semua, segelintir jer. Sampai jer kat sana terus ke Galeri.... nah ambik ko dia nyer jamm (macet)... baru ko sayang KL. Sampai kat Galeri ropernyer pos laju (CD design Banner, dan juga kat jemputan) yang aku hantar beberapa hari sebelum ni tak sampai2. Apa ke jadahnyer nama pos laju (teringat balik kata2 tentang melayu kat atas. Langsung jer aku buat design balik, nasib baiklah laptop aku ada illustrator semi pirate ( hehehehe). Satu benda yang aku respek Indonesia, printing banner saiz mega2 ni memang murah dan cepat & kualiti tip top. Takder banyak kerenah nak syarikat bumiputeralah apalah:- yang menyebabkan harga yg murah berlipat kali ganda coz banyak sgt longkang nak kena lompat oleh Ali Baba2 tu. 8 September, pepagi dah nunggu kat galeri, dpt khabar masih tak lepas gak kargonyer, tambahan plak sabtu half day terpaksa stay kat galeri buat persediaan apa yang patut. Surat meyurat antara orang berkaitan tak lancar beb, tapi boleh lancar kalau bayar bon (RM 30K beb), mana nak cekau???? Tapi takpe, kami tetap trust wakil packer dari Malaysia untuk selesaikan semuanya.

9 September, Ahad plak tu..... Nak buat apa ek????? just walk around kat area hotel, cari wraping paper untuk balut cenderamata VIP. Macam nak gila cari riben, tak jumpa2, lastly terpaksa perah otak, nak balut penuh, buku2nya tak sama size, gerenti koyaknyer, last2 potonglah wraping paper tu kecik2 utk dijadikan riben. Ngadamlah pulak aku. Korang mesti surprise tengok riben aku hahahahahahaha. Nak hidup, orang pompuan belum tentu boleh selesaikan masalah ni, dont let your tempreture goes up hahahaha. Bosan giler beb, aku selagi karya tak sampai atau dengan kata lain, main job aku tak siap, selagi tu lah aku takkan gi mana2 melainkan standby. Sebab tu lah kebanyakkan bebudak yg ikut aku kerja luar camni mesti bosan. Suka ati koranglah, tu memang cara aku.

10 September, Isnin pepagi lagi dah bangun (memang tiap pagi pun aku bangun lebih awal daripada early bird hehehe). Gi breakfast terserempak ngan packer yang dah sedia nak ke Kementerian Luar Negeri dan terus ke Airport. Dia kata dalam kol 1 kargo keluar.Kitorang pun terus ke galerilah, ninggu beb, bagi orang penantian satu penyiksaan (sebab depa malas) bagi aku ia satu keindahan, aku sempat lagi buat wall text yang pada awalnya memang aku taknak buat tapi dah tradisi tuan rumah camtu aku pun buatlah, siap design lawa2 gi & juga aku buat design untuk buku tandatangan perasmian. Kalau kat Malaysia last minute camni takkan siapnyer, harga takyah nak fikirlah sure senyum kontraktor, walhal sama jer bagi awal ker last minute ker. Dah jadi budaya Malaysia yang last minute mesti charge lebih. Bila nak berubah dan berenti nipu orang?????? Jawapannya selagi ada orang yang berfikiran bodoh dan tak bertanggungjawab memimpin dan set up budaya hidup, selagi itulah kontraktor buat duit ngan cara tu kerana mereka tau apa2 function gomen mesti ada benda atau permintaan last minute. Tak caya cuba perhatikan di tempat masing-masing. Kalau betul lompat bintang sepuluh kali dan jerit 'horay' 11 kali masa landing.

Last-last, tunggu punya tunggu jam 17.30 petang (kalau kat Jakarta boleh dikatakan dah nak masuk malam) muncullah lori yang membawa harta yang kami tunggu. Apa lagi terus mula kerjalah beb. Depa kerja dengan cekap sekali. Lepas buka semua kargo dan keluarkan isinya , aku checked kondisi karya, Alhamdullillah very minor problem, not because of cargo but cara artis berkarya. Small matterlah. Walaupun tuan rumah kata staff semua dah balik, tapi aku rasa makin ramai staff depa yang muncul nolong, lepas aku susun semua karya depa tanpa disuruh terus mula bekerja. Walaupun teknik menggantung karya berbeza kerana material dinding tapi aku tengok diorang buat laju coz dah jadi asam garam kerja depa. Nak tau sapa tolong kitorg selain kurator dan kurator jemputan depa? jangan tak tau sekuriti guard tutup pagar, tukar baju terus datang nolong, selain daripada itu cleaner, driver dan tukang kebun pun nolong sekali, Cekap gila beb. Yang lebih dahsyat lagi Pengarah dia pun nolong..... Amacam pengarah2 di Malaysia?? Ada berani?????? Tunjukklah skill anda barulah orang bawah tabik beb. Kebanyakan karya senang digantung kecuali macam work kojek, hampeh berat, tak padan ngan size. yang Intan walaupun nampak susuah tapi senang jer dengan nasihat pak Supir galeri. Tu yang best kalau kita orang bawah kat sini jangan haraplah berani nak bagi idea. Mungkin orang atas2 kat sini pun tak nak dengar cakap orang bawah kot. Bagi aku, semua orang berhak memberi pendapat. Karya si Tan Nan Cee plak diserahkan khas kat Agung, otai dalam seni media, di punyerlah layan buat kerja leceh tu, 42 keping work kecik nak digantung sama paras sedangkan tali kat belakang tak sama panjang. Ish leceh gak, kalau ikut aku nak jer aku tampal ngan double sided. But its well done. Pulunnyer pulun jam 11.30 malam semua settle kecuali yang video by Kamal & Roopesh. Sok sambung, rasa nak tumbang dah.

Soknyer pepagi lagi dah datang balik. Boss meet up boss sana untuk settlekan pasal VIP, kitorg back to the galery tuk finil tounch, juruteknik bawak equipment yang kami mintak tanpa persoalan walaupun rasanya depa pun tak cukup peralatan, terus pasang, adjust & enjoy the works. Works Roopesh Puthiya Vanaam, Puthiya Bumi mendapat sambutan paling hangat coz lagu tamil or hindustan bukanlah sesuatu yang biasa di sana coz depa ada dangdut yang telah menjadi budaya mereka. They like it very much & apa yang ingin Roopesh sampaikan depa faham. Tengok bapak si roopesh tercungap-cungap dalam video klip make then relies what the artist wanted to say. Tahniah Roopesh. Last sekali depa tutup semua lampu then start lighting galeri ngan spotlight. Thats the right way to set up the spotlight. Camner nak buat spotlight kalau downlight & working light masih nyala? cuba fikir pakai otak yang kat kepala, jangan diletak otak tu kat lutut. Dengan cekap dan pantas depa buat walupun some track depa terpaksa tukar the whole track tapi nyata memang cekap dan bertanggungjawab, Nak tau yang pasang lampu tu sorang jer beb, tak perlu ramai pegang jawatan tu sampaikan ada yang pegang sijil chargemanlah, nak engineerlah. Kalau jiwa takde kat kerja, seribu orang pun kerja tu takkan perfect.

Then kitorg balik hotel siap2 untuk perasmian. On time supir (Pak Darma yang sepatutnya jadi driver rally, stamina dan kecoolannyer giler beb) datang jemput. Terus ke galeri, gi kafe jap coz perut tak isi lagi tehn kenal2 ngan collector, arts dan ramai lagi tetamu yang datang. Boleh tahan gak crowdnyer walupun invitation sehari sebelum. Kita di Malaysia, invitation awal sebulan atau paling lewat 1 minggu sebelum pun belum tentu orang datang. Sebelum perasmian aku diinterview oleh O-Channel yang ditayangkan malam 13 September. reporternyer punyai knowledge art yang dahsyat dan seperti biasa bagi wartawan, soalan terakhir biasanya membunuh atau perangkap. Dia cuba trick aku sentuh isu hubungan antara negara akibat daripada pelbagai kes penderaan yang berlaku dan yang terbaru wasit kaate do yang kena belasah tu. Dengan tenang gak aku jawab kami dalam bidang seni tidak pernah membiarkan kes-kes politik atau seumpamanyer membantutkan hubungan antara bangsa atau dengan kata lain seni yang akan mencantumkan semua oarang dan juga mendamaikan. Terkebil-kebil gak dia coz dari wajahnya memang dia konfiden sangat akau akan kutuk negara sendiri. Dia membuat kesilapan besar kerana aku cuma buruk pada cara berpakaian tapi bukan hati aku. Tahniah untuk diri aku dan rombongan dari Malaysia. Jawapan sama gak diberi oleh pengarah galeri sana.... frust agaknya mamat tu malam tu. Tapi takpe dia boleh cuba ngan orang lain, coz ramai orang malaysia shopping kat sana. Aku terserempak ngan makcik 3 orang yang nak balik ke Malaysia kat lobi hotel, They need 4 taxis hanya untuk muatkan kotak barang yang diorang beli, hahahahahahahahahahahahah tu lah yang orang kata besar kerak dari periuk. Asalkan makcik bahagia.

Perasmian berjalan dengan lancar & nyata audience kat sana memang faham seni dan aku serta boss dan adziim banyak ditanya dengan soalan2 berkaitan pameran dan perkembangan seni di Malaysia. kritikan dan komen terbuka memang dah jadi budaya depa. Aku seneng banget dech dengan cara itu (ooppppssss terkeluar slang dia plak). Harap2 audinces kat Malaysia sama ada pelukisnyer, kolektornyer, prof2nyer, saudagar seninyer, penulisnyer, penggeraknyer, manager2nyer, sapa sajalah belajar 'mengetahui' seni dan berdiskusi secara terbuka dan cool dalam memnuhi cita-cita membangunkan bidang ini. jangan gaduh2 dan kutuk2 belakang macam orang takde telur. Cakap depan kan ker senang orang yang kita tak puas hati tu jawab kalau betul dia salah, cakap belakang akan menimbulkan dendam dan pahala free kat orang2 yang tak bersalah. Baiknyer korang asyik nak bagi pahala free kat orang, pahala sendiri makin nyusut. Aku balik dan tidur nyenyak malam tu sebab 1 part dah selesai. Sok nak diskusi plak. Sok jugaklah aku sambung, lenguh dah tangan ni. Sessi diskusi lagi seronok, kalau tak prepare memamng buat2 pengsanlah dengan soalan2nyer. Tungguuuuuuuu

Wednesday, August 29, 2007

Jejak @ Pijak




































Pengenalan

Berkat kesabaran dan kesefahaman pelbagai pihak, projek kerjasama antara Balai Seni Lukis Negara (BSLN) dengan Galeri Nasional Indonesia (Galnas) tercapai juga setelah beberapa kali dirancang. Lebih bertuah lagi ianya diadakan sempena menyambut Ulangtahun Kemerdekaan Malaysia ke 50 pada tahun ini. Sejak ditubuhkan pada tahun 1958, belum pernah lagi Balai Seni Lukis Negara menganjurkan pameran di Indonesia, walaupun aktiviti pameran dan kesenian lain seperti dialog, residensi, khidmat professional penghakiman dan sebagainya sering diadakan sama ada oleh BSLN sendiri, Yayasan Kesenian Perak, Gudang, Lost Generation Space, Galeri Shah Alam dan banyak lagi institusi serta galeri-galeri tempatan. Peluang yang muncul kali ini tidak dilepaskan dengan penampilan satu pakej pameran yang segar dan bertenaga. Tema JEJAK dipilih sebagai satu gambaran bermulanya satu era baru dalam senario seni tampak Malaysia pada pertengahan kurun ke 20 yang melahirkan ramai seniman yang cemerlang dan gemilang.

Hakikatnya kecemerlangan ini bukanlah semudah memetik jari, tetapi melalui pelbagai rintangan, halangan, perit, jerih, air mata, keringat dan usaha. Proses ini dibantu dengan kewujudan pelbagai bentuk kumpulan pelukis seperti Angkatan Pelukis Pulau Pinang, Wednesday Art Group, Anak Alam, Angkatan Pelukis Semalaysia, Persatuan Pelukis Sabah dan sebagainya. Kelahiran institusi seni awal seperti Nanyang Art Academy di Singapura, Kajian Senilukis dan Senireka, Institut Teknologi MARA - ITM (kini dikenali sebagai Universiti Teknologi MARA, UiTM), Malaysia Academy of Art (MIA) dan Kuala Lumpur College of Art dan banyak lagi telah membantu melonjak bidang seni tampak Malaysia ke persada seperti sekarang. Malah wujudnya BSLN pada 28 Ogos 1958 telah banyak membantu mempromosi dan mengekalkan warisan seni tampak negara sejajar dengan visinya iaitu sebagai pusat informasi dan aktiviti seni tampak terunggul serta pemegang amanah Warisan Seni Tampak Negara.

Keampuhan seniman veteran dan senior Malaysia menyumbang dan membantu perkembangan seni tampak negara sememangnya tidak dinafikan. Namun bagaimana pula selepas ini? Hampir seusia dengan kemerdekaan negara, sudah tiba masanya BSLN menyelongkar satu kelainan dengan memaparkan karya pelukis-pelukis muda Malaysia yang telah membuktikan kehadiran mereka sebagai satu ‘jejak’ pelapis kearah meneruskan perjuangan memartabatkan bidang seni tampak Malaysia.

Perubahan

Sejak awal tahun 90an kerajaan telah mula melancarkan kempen ke arah sebuah Negara Maju melalui beberapa dasar dan program seperti Wawasan 2020 dan usaha menjadikan Malaysia sebagai pusat MSC (Multimedia Super Corridor). Kedua-dua kempen mega ini telah menimbulkan pelbagai pandangan dalam masyarakat yang terdiri daripada pelbagai tingkat sama ada melalui kedudukan geografikalnya, pendidikan, ekonomi, sosial dan latar belakang agama serta budayanya. Kempen mega ini juga sedikit sebanyak telah memberi satu kejutan dalam cara hidup masyarakat seperti dunia tanpa sempadan dan menukar pertanian kepada perindustrian sebagai penjana ekonomi negara serta memastikan teknologi sebagai perkara yang mesti diambil berat oleh setiap individu dalam masyarakat. Dengan itu ia menuntut satu perubahan besar dari segi taraf pendidikan, budaya kerja, pemikiran dan pandangan serta cabaran yang lebih hebat akan bagaimana untuk menseimbangkan atau menyerap perbezaan kaum masyarakat majmuk negara ini. Ia bukanlah perkara baru kerana Malaysia pernah melalui masalah ini dalam sejarah perjalanan Negara tetapi cabaran baru ini berbeza bentuknya dan harus dineutralkan secara pantas mengikut tuntutan semasa. Kepincangan ekonomi pada penghujung tahun 90an memberi tamparan lebih hebat dalam masyarakat tetapi tindakan yang diambil oleh kerajaan telah berjaya memulihkannya dalam masa yang singkat. Masalah-masalah yang berlaku di luar negara juga memberi impak kepada perubahan struktur masyarakat di mana jelas terlihat perubahan dalam cara rakyat Malaysia bertindak dan respon terhadap apa yang berlaku. Masyarakat juga telah sedar pentingnya memberi perhatian dan membantu dalam apa saja bentuk dan situasi yang berlaku di seluruh dunia. Perubahan pendekatan yang diamalkan dalam masyarakat Malaysia telah banyak membantu melonjakkan nama Malaysia di persada dunia dan lebih memudahkan negara merealisasikan dua impian mega tersebut.

Pengaruh

Segala apa yang berlaku dalam masyarakat dan Negara juga boleh dilihat dalam karya yang dihasilkan oleh pelukis-pelukis muda Malaysia yang dipilih menyertai pameran ini. Orang muda atau lebih sinonim dengan panggilan belia merupakan golongan majoriti dalam masyarakat Malaysia. Pertentangan fikiran antara golongan veteran dengan muda adalah lumrah di mana-mana. Majalah The Time,6 Januari 1967 melalui artikel bertajuk Generation Gap mengatakan;

The young have already staked out their own mini society, a congruent

culture that has both alarmed their elders and, stylistically at least, left

an irresistible impression on them. No Western metropolis today lacks a

discotheque or espresso joint, a Mod boutique or a Carnaby shop. No

transistor is immune from rock 'n' roll, no highway spared the stutter of

Hondas. There are few Main Streets in the world that do not echo to the

clop of granny boots, and many are the "grannies" who now wear them.

What started out as distinctively youthful sartorial revolt—drainpipe

trousered men, pants-suited or net-stockinged women, long hair on male

and female alike--has been accepted by adults the world over.

The young seem curiously unappreciative of the society that supports

them. "Don't trust anyone over 30," is one of their rallying cries. Another,

"Tell it like it is," conveys an abiding mistrust of what they consider adult

deviousness.

Ini pada tahun 1967, tetapi apa yang berlaku dahulu berlaku juga kini dan situasinya tidak banyak berbeza. Kalau dahulu rock ‘n’ roll kini timbul pula hip-hop, grunge, punk dan pelbagai lagi. Dengan kata lain ia seolah-olah sebagai satu tuntutan zaman yang berterusan dan sepatutnya telah biasa ditangani. Sedikit masa dulu Xtreme Games seperti breakdance, skateboarding, in-line skating, freestyle motorcross, rock climbing dan BMX menjadi igauan ngeri golongan dewasa, tapi kini ia merupakan satu bidang ekonomi yang banyak membantu dalam menarik kedatangan pelancong dan pertukaran wang asing setelah ia ‘dihalalkan’ dengan acuan yang betul. Tetapi evolusi percanggahan pendapat ini tetap akan berlaku dan ia merupakan sesuatu yang unik dan membantu kita menjadi lebih kreatif untuk mencari jalan penyelesaian yang bukan saja mengurangkan kerisauan, masalah dan pembaziran bakat, malah menjana ekonomi negara. Hanya kematangan berfikir sahaja yang diperlukan untuk mengatasi semua masalah tersebut.

Ahli-ahli sosiologi dan psikologi memanggil golongan muda ini sebagai alienated (terasing) atau uncommitted (tidak terikat), tetapi sebenarnya golongan ini sangat terlibat dalam apa saja perubahan yang berlaku dalam negara khasnya dan dunia amnya. Mereka tidak pernah tertinggal dalam masyarakat keseluruhannya dan kekal jujur dan mempunyai rasa ingin tahu yang sentiasa menebal. Itulah yang mereka luahkan dalam apa saja media sama ada muzik, cara berpakaian, pergaulan, penulisan malah karya seni tampak. Tidak ada yang kekal selamanya dalam apa saja yang mereka lakukan dan ini jelas dapat dilihat apabila mereka meniti usia kematangan dan atas rasa ingin tahu yang kuat dan setelah merasainya itulah mereka akan memilih satu pendirian yang sesuai dengan budaya dan corak hidup yang mereka diami.